Selasa, 08 November 2016

,

Dialog Sore


Ilustrasi: (Dok. Imajinad)

Ketika sore tiba-tiba saja menjuntai kepadaku, dipelamunan itu aku melihat matahari bermata sayu. Anggun. Menjamah langit dengan goresan-goresan cahaya. Angin menderu-deru bertasbih kepada semesta. Pencipta-Nya. Di sela-sela itu datanglah seorang perempuan mempertanyakan iman. Iman. 

Seolah-olah seluruh tulang rusukku patah secara bersamaan. Karena dia bertanya kepada orang yang tolol. Perempuan itu berfilsafat di dalam diamnya. Apakah selalu benar apa yang dia lakukan? Apakah benar dia melangkahkan kaki menuju kemana?

Aku sendiri ingin menangis. Tersedu-sedu. Dia perempuan yang ingin terlepas dari semua kekeroposan pahalanya. Dia perempuan yang membikin aku tersadar tentang kondisi fisik imanku seperti apa. Aku bersandar kepada puisi terus-terusan. Sedangkan perempuan yang menatap sore seperti itu terus-terusan hatinya memikirkan Tuhan. 

Dia selalu bertanya tentang kisah yang membelenggunya. Membelenggu hatinya, pikirnya. Dia ingin bebas dan melepaskan segalanya kepada Tuhan. Kataku "Tuhan tidak pernah salah." 

Di sela-sela keguguran matahari yang berdarah-darah itu aku menyaksikan perempuan yang ingin jatuh kepada pelukan Tuhan, meminta Tuhan untuk terus memegang ubun-ubunnya, agar perempuan itu hatinya tetap tentram.

Nad, tahukah engkau selama ini aku kesepian. Bukan tentang lelaki. Tapi aku terus mempertanyakan tentang nanti pulangku akan seperti apa? Di samping itu aku ketakutan. Karena tubuhku berlumur dosa yang sangat banyak. 



M, Pasca Sarjana, 2016

Share:

0 comments:

Posting Komentar