Rabu, 16 November 2016

, , , ,

Perbedaan Foto Esai dengan Foto Sekuen

Sekilas, foto sekuen memiliki kesamaan dengan foto esai, terutama karena jumlahnya yang banyak (antara 3-8 foto) dalam sekali publikasi. Namun sebenarnya, secara teori kedua jenis foto ini berbeda meskipun sama-sama jenis foto yang berseri. Berikut perbedaan foto esai dengan foto sekuen.

•Foto Esai:

→ Foto-foto disusun menjadi cerita yang punya narasi atau alur.

→ Ada beberapa elemen foto esai yang harus ada didalamnya; (foto pembuka, foto lingkungan subyeknya, foto potrait subyeknya, detail shoot subyek, subyek yang menggambarkan hubungan timbal balik antar manusia, foto penutup).

→ Tidak harus berdasarkan urutan waktu.

→ Biasanya mengandung nilai human interest.


Contoh Foto Pembuka Produksi Langseng. Ilustrasi: (Dok. Imajinad)

Contoh Foto Potrait Subyek. Ilustrasi: (Dok. Imajinad)


Contoh Foto Lingkungan Subyek. Ilustrasi: (Dok. Imajinad)


•Foto Sequence

→ Setiap foto yang ditampilkan terdapat perkembangan yang memberikan “sentuhan” atau nilai tertentu pada cerita yang hendak disampaikan. Bila salah satu foto dari rangkaian foto tersebut dihilangkan, makna dari rangkaian foto tersebut akan berkurang.

→ Memperlihatkan pergerakan (seperti aspek sinematografis) di dalam peristiwa yang terekam itu dan menghubungkan satu peristiwa dengan peristiwa berikutnya.

→ Harus berdasarkan urutan waktu.

→ Menggunakan mode bidikan continuos shoot.

→ Menceritakan proses.


→ Foto sequence biasanya hanya foto yang terjadi dalam waktu singkat. Misal: Proses runtuhnya bangunan, proses terjadinya kecelakaan, atau bisa juga foto-foto olahraga yang memungkinkan untuk dijadikan foto sequence seperti foto berikut yang dibidik saat pertandingan basket (free throw). 

Contoh Foto Sekuen Pertandingan Basket. Ilustrasi: (Dok. Imajinad)




Semoga bermanfaat. Salam, Imajinad.

Selasa, 08 November 2016

,

Dialog Sore


Ilustrasi: (Dok. Imajinad)

Ketika sore tiba-tiba saja menjuntai kepadaku, dipelamunan itu aku melihat matahari bermata sayu. Anggun. Menjamah langit dengan goresan-goresan cahaya. Angin menderu-deru bertasbih kepada semesta. Pencipta-Nya. Di sela-sela itu datanglah seorang perempuan mempertanyakan iman. Iman. 

Seolah-olah seluruh tulang rusukku patah secara bersamaan. Karena dia bertanya kepada orang yang tolol. Perempuan itu berfilsafat di dalam diamnya. Apakah selalu benar apa yang dia lakukan? Apakah benar dia melangkahkan kaki menuju kemana?

Aku sendiri ingin menangis. Tersedu-sedu. Dia perempuan yang ingin terlepas dari semua kekeroposan pahalanya. Dia perempuan yang membikin aku tersadar tentang kondisi fisik imanku seperti apa. Aku bersandar kepada puisi terus-terusan. Sedangkan perempuan yang menatap sore seperti itu terus-terusan hatinya memikirkan Tuhan. 

Dia selalu bertanya tentang kisah yang membelenggunya. Membelenggu hatinya, pikirnya. Dia ingin bebas dan melepaskan segalanya kepada Tuhan. Kataku "Tuhan tidak pernah salah." 

Di sela-sela keguguran matahari yang berdarah-darah itu aku menyaksikan perempuan yang ingin jatuh kepada pelukan Tuhan, meminta Tuhan untuk terus memegang ubun-ubunnya, agar perempuan itu hatinya tetap tentram.

Nad, tahukah engkau selama ini aku kesepian. Bukan tentang lelaki. Tapi aku terus mempertanyakan tentang nanti pulangku akan seperti apa? Di samping itu aku ketakutan. Karena tubuhku berlumur dosa yang sangat banyak. 



M, Pasca Sarjana, 2016

Kamis, 03 November 2016

,

Hujan dan Resah

Ilustrasi: (Dok. Imajinad)

Hujan. Kata temanku, di bulan yang berakhiran ber ber ber ini memang lagi musimnya hujan. Ya, September, Oktober, November, Desember. Sudah sekitar satu bulan terakhir ini curah hujan cukup tinggi. Hampir setiap hari hujan. Kata BMKG ini belum puncaknya, diprediksi akan mencapai puncaknya pada Desember mendatang. Ah, aku resah. Karena ketika hujan deras, yang ada di pikiranku hanyalah "takut banjir dan gabisa pulang". 


Cibiru, 2 November 2016. 12:24 WIB. Sedang resah memikirkanmu, wahai hujan.

Rabu, 02 November 2016

,

Dayeuhkolot Banjir Lagi

Ilustrasi: (Dok.Net)

Lagi, lagi, dan lagi
Lagi lagi air Citarum tumpah.

Hujan sedikit, tumpahnya banyak
Hingga tumpah ke jalan raya.

Kendaraan tak bisa melintas,
Aktivitas orang-orang terhambat,
Perekonomian pun juga terhambat.

Lalu, ini salah siapa?
Tentu bukan salah Tuhan.

Ini salahmu, tuan
Tuan-tuan penguasa,
Tuan-tuan yang tak bertanggung jawab,
Tuan-tuan yang mengabaikan aturan.

Andai saja tuan-tuan tidak 'egois',
Andai saja tempat serapan air tidak disulap menjadi gedung pencakar langit,
Andai saja tuan-tuan bisa menjaga apa yang sudah Tuhan karuniakan pada tuan,
Ini semua tidak akan terjadi.

Ini peringatan dari Tuhan
Agar tuan-tuan sadar.

Sadarlah wahai tuan!


Bandung, 2 November 2016.

Minggu, 24 Juli 2016

,

CERIA "Cerita Lebaran Asyik"

Lebaran Asyik di Kampung Halaman 


*Kriiiiing...kriiiiing...* Pagi itu ponsel ibuku berdering. Kulihat, ternyata itu telpon dari kakekku tercinta di kampung. Ibuku mengangkatnya. Ternyata benar dugaanku, jika sudah mendekati lebaran, kakek dan nenek sering menanyakan pada kami kapan kami akan pulang kampung. Selalu saja seperti itu. Mungkin rasa rindu kakek nenek dan sanak saudara kami di kampung sudah tak terbendung lagi, tak heran jika mereka selalu menanyakan kapan kami pulang kampung. Dari lima bersaudara, hanya ibuku yang merantau dan tinggal jauh dari orangtuanya. Sedangkan keempat adik ibu masih menetap untuk tinggal satu kampung dengan orangtua atau kakek nenekku. Dan inilah alasan kami mengapa kami selalu merayakan Hari Raya Idul Fitri di kampung. Idul Fitri menjadi moment terasyik bagi kami karna bisa berkumpul dengan sanak saudara kami di kampung, yaitu di daerah Purwokerto, Jawa Tengah. 

Jumat, 1 Juli 2016 akhirnya kami memutuskan untuk mudik. Kami berangkat sekira pukul 09.30 WIB dengan menggunakan kendaraan pribadi. Aku duduk di samping ayah agar ayah tak mengantuk ketika mengemudi. Ibu dan kedua adikku duduk di baris kedua. Dan barisan paling belakang digunakan untuk meletakkan semua barang yang kami bawa, ada koper, bantal+guling, selimut, perlengkapan lainnya dan tak lupa oleh-oleh peyeum (khas Bandung) dan cuanki mentah tentunyaaaa, yap keluarga kami di kampung sangat suka dengan dua makanan tersebut. So, ini merupakan oleh-oleh yang wajib kami bawa setiap kami pulang kampung demi membuat mereka senang, hehe. 

Perjalanan dari Bandung menuju Purwokerto ditempuh dengan waktu sekitar 8 jam, itu pun jika keadaan jalanan tidak macet dan tidak ada kendala. Tapi kami tak terlalu memikirkan berapa lama waktu yang kami habiskan untuk sampai di kampung halaman, yang paling penting bagi kami ialah sampai ke tempat tujuan dengan sehat dan selamat, Aamiin... 

Di perjalanan, karna aku merasa bosan, aku iseng untung merekam keadaan jalanan di beberapa titik di mana sering terjadi kemacetan. Ketika sudah selesai merekam, aku meng­uploadnya di akun instagram pribadiku dengan menggunakan hashtag #liputan6mudik dengan harapan hasil rekamanku bisa tayang di acara berita tersebut. Tapi sayangnya aku lupa untuk unlock privacy akunku. Tak apa, mungkin di lain kesempatan hasil rekamanku bisa tayang. Jangan pernah menyerah sebelum berusaha maksimal! Karna Allah tidak suka dengan hambanya yang mudah menyerah dan putus asa. Right? Hihi.

Setelah menghabiskan sekitar 9 jam perjalanan, akhirnya kami tiba di kampung halaman. Adzan maghrib sudah berkumandang, alhamdulillah kami diberi kekuatan untuk melakukan perjalanan jauh saat berpuasa. Diberi sehat dan juga diberi keselamatan oleh Allah sehingga kami bisa berkumpul kembali dengan keluarga besar kami di kampung. Subhanallah nikmat sekali rasanya... “Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kau dustakan?”. (Q.S Ar-Rahman: 13).

Pada H-1 lebaran, biasanya nenek sibuk membuat makanan untuk tamu yang datang saat lebaran. Sebagai cucu tertua, aku malu jika aku tak membantu nenek makanya aku membantu nenek untuk menyiapkan semuanya. Pada saat lebaran, yang khas disajikan oleh nenek, yaitu bakwan lontong, mendut, sengkulun (makanan tradisional khas Jawa Tengah) dan bolu buatan ibuku. Dan tak lupa toples-toples kue sebagai pelengkap hehe. Pada malam menjelang lebaran, aku, ibuku dan tanteku berkumpul di rumah nenek untuk menyiapkan dan mengolah makanan untuk besok. Aku dan ibu memotong wortel dan kol untuk membuat bakwan, tante dan nenek membungkus mendut dengan daun pisang yang sudah dilumuri minyak kelapa supaya tidak lengket. Kami mengerjakan ini semua ditemani dengan suara takbir dan diiringi bedug yang terdengar sangat jelas karna rumah nenek sangat dekat dengan Mesjid. Ini yang paling aku suka. Lebaran di kampung itu lebih terasa. Terdengar suara mercon di mana-mana juga takbiran yang diiringi bedug hingga pagi saat sholat Ied akan dimulai. 

Finally, inilah moment yang ditunggu-tunggu. Semua orang bersiap untuk sholat Ied, kecuali aku. Ya, sedih sekali rasanya tak bisa ikut melaksanakan sholat Ied karna sedang berhalangan. Sudah dua tahun berturut-turut aku tidak ikut melaksanakan sholat Ied. Semoga tahun depan aku masih diberi umur dan diberi kesempatan untuk sholat Ied. Aamiin... Seusai sholat Ied, kami semua berkumpul di ruang keluarga menunggu kakek dan nenek pulang dari Mesjid untuk sungkem. Tapi sayangnya tamu-tamu lain sudah lebih dulu mengantri di ruang tamu untuk bersalaman dengan kakek dan nenek, jadi kami harus menunggu hingga selesai. Kakek dan nenek dianggap menjadi sesepuh di desa itu, tak heran jika oranglain berdatangan untuk bersalaman. Sembari menunggu tamu sepi, kami saling bersalaman dengan semua anggota keluarga kami, meminta maaf atas kesalahan yang pernah dilakukan baik sengaja maupun tidak sengaja. Ketika sudah mulai sepi, kami baris mulai dari anak kakek nenek yang tertua hingga cucu termuda untuk sungkem pada kakek dan nenek. Air mataku tak terbendung, menetes karna haru mengingat dosa yang pernah dilakukan, begitupun dengan anggota keluarga lainnya yang juga meneteskan air matanya. Selesai sungkem, kami biasanya berfoto keluarga. Dan inilah keluarga besar kami... Selamat Hari Raya Idul Fitri 1437 H. Mohon maaf lahir dan batin. -Manika big family’s-




Pada H+6, kami pulang ke Bandung untuk kembali melakukan aktifitas seperti biasanya. Kami pasrah jika jalanan macet, keselamatan nomor satu bagi kami. Dan ternyata memang benar, jalur selatan sangat padat. Kami terjebak macet hingga 5 jam di Ciawi, Tasikmalaya. Untuk mengobati rasa bosanku, aku kembali merekam kondisi jalanan dan kemudian aku upload di instagramku seperti yang aku lakukan sebelumnya. Saat mengecek ponsel, instagramku penuh oleh pemberitahuan menyukai videoku dan juga ada yang memberitahuku bahwa video hasil rekamanku telah tayang di acara berita tersebut. Alhamdulillah... Walaupun dijanjikan akan diberi THR bagi yang video kirimannya ditayangkan oleh berita tersebut tapi ternyata tidak, aku tetap senang karna dengan tayangnya video hasil rekamanku di televisi, bagiku itu sudah sebagai bentuk apresiasi. Dan ini cukup menghibur saat aku mulai bosan dengan macetnya jalanan. Setelah merasakan macet berjam-jam, Alhamdulillah akhirnya kami sampai di rumah dengan selamat dan bisa beristirahat dengan nyaman. 

Ini cerita asyik momen lebaranku. Bagaimana ceritamu? Ayo segera kirimkan cerita asyik lebaran versi kamu ke www.diaryhijaber.com sebelum tanggal 31 Juli 2016 ya! Dan jangan lupa juga untuk turut hadir di acara Hari Hijaber Nasional yang akan diselenggarakan pada,

Waktu : 07 Agustus 2016 – 08 Agustus 2016
Tempat : Masjid Agung Sunda Kelapa, Menteng, Jakarta Pusat 

See you there ukhti...!


,

Aku Malu

Ilustrasi: (Dok.Net)


Aku terlalu malu
Meminta lebih dari-Nya

Aku terlalu malu
Menawar dari apa yang Dia beri

Aku terlalu malu
Melewati batasan-Nya

Aku terlalu malu
Melalaikan sholatku

Aku terlalu malu
Berharap kepada selain-Nya

Aku terlalu malu
Kufur terhadap nikmat-Nya

Aku terlalu malu,
Aku sangat malu
Kepada-Mu Ya Allah

Maafkan aku Ya Rabb
Maafkan seonggok daging penuh dosa ini
Maafkan si kufur nikmat ini
Maafkan si lalai dalam sholat ini
Maafkan hambamu ini Ya Allah

Jaga selalu aku agar tetap di jalan-Mu...


Bandung, Juli 2016


By: Quri Zahra Manika