Rabu, 27 April 2016

Rindu

Ilustrasi: (Dok.Net)


Gemuruh petir saling bersahutan. Ditambah kilat bak orang yang memotret menggunakan flash. Belum lagi, aku harus memikirkan bagaimana aku memulai tulisan ini. Tapi sekarang aku memulainya. Dengan perasaan sedikit kesal karna harus mengingat kembali apa saja yang sudah ku tulis tadi. Ya, aku harus mengulangnya lagi dari awal, tulisan sebelumnya hampir rampung, sayangnya ada kesalahan teknis sehingga mau tidak mau aku harus menulisnya kembali. Sudahlah. Aku mulai saja dengan Bismillah, tidak ditambah secangkir kopi, karna aku tak begitu suka kopi. 

Gemercik hujan menemaniku malam ini. Deras sekali. Pintu kamar yang tadinya dibuka harus kututup karna dinginnya sudah mulai menembus pori-pori kulitku. Jika hujan, rasanya aku semakin rindu pada yang sedang aku rindukan. Kamu sudah pasti kurindukan. Tapi ada dia juga yang sedang kurindukan. Kamu jangan cemburu, karna dia yang kurindukan adalah orang yang darahnya mengalir juga di tubuhku. 

Sudah lama kami tak bersua. Kurang lebih sebelas tahun. Bayangkan, itu waktu yang sangat lama. Oh betapa rindunya aku padanya. Jarak yang memisahkan kami. Aku di Bandung, dia di Jawa Tengah. Belum lagi jika dia sedang di Yogyakarta karna harus meneruskan pendidikan musiknya di Universitas Negeri Yogyakarta. Semakin jauh dan semakin sulit untuk bertemu. Paling, jika tidak sedang sibuk kuliah, sesekali dia main ke kediamanku di Bandung bersama koleganya, itu pun tak lama karna mereka harus pergi ke kota lain juga.

Ah, jika aku sedang bersamanya, dia pasti usil. Dia emang usil sih, tapi asik lah. Gara-gara usilnya dia, aku jadi tau kalau upil rasanya asin. Ku kira dia benar-benar menjilatnya, tapi ternyata tidak, dia menjilat jari yang lain, bukan jari yang ada upilnya itu. Fiuhh apalah aku ini tertipu daya olehnya. Tak apa, untungnya saat itu aku masih kecil, baru sekitar lima tahunan lah. Cukup gurih. Gaakan pernah lupa sama kejadian ini.

Tangan dan jiwanya ada pada seni. Dia suka menulis, bermain musik, juga terkadang membuat sesuatu yang bisa bermanfaat untuk orang lain. Dalam rak bukunya hampir dipenuhi karyanya sendiri, baik itu komik, atau tulisan apapun. Dia sedikit gondrong, giginya putih bersih juga rapih, jari tangannya panjang, tapi kulitnya agak gelap, ada tahi lalat di wajahnya tepatnya di dekat mata sebelah kanan kalau tidak salah. Dia punya gitar, warnanya seperti pelangi. Aku sih gabisa main gitar, bisanya sekedar gonjreng gonjreng saja, yang penting bunyi dan aku senang. 

Saat ini aku benar-benar merindukannya, sebenarnya sudah sejak lama aku rindu. Rindu tak tertahankan. Ingin sekali jumpa rasanya. Tapi, saat ini belum bisa bertemu, karna dia sudah lebih dulu di Surga-Nya. Tak terasa sudah sebelas tahun dia di Surga-Mu. Tapi wajahmu, senyummu, masih tergambar jelas. Seolah-olah dia ada. Tuhan, peluk dia untukku. Aku sayang dia, sayang sekali. Tapi Engkau lebih sayang. 

Omku sayang, sakitmu sudah sembuh, sekarang om bisa kembali berjalan, bahkan berlari sekencang-kencangnya, tak memerlukan bantuan kursi roda lagi. Om bilang sudah punya rumah, ternyata rumahmu di Surga-Nya kan? Om bilang sudah buat undangan pernikahan dan akan segera menikah, om menikah dengan Bidadari kan? Om sudah tak sendirian lagi. Sekarang aku tak sedih lagi karna om sudah lebih bahagia di Surga-Nya. Aku memejamkan mata, seolah aku merasakan pelukanmu. Terimakasih untuk pelukan ini. Setidaknya rindu yang lama terpendam akhirnya ku lepas juga, walau belum semuanya ku lepas. Salam sayang, salam rindu, tidak dengan salam tempel.




Bandung, April 2016
Share:

0 comments:

Posting Komentar